Aktivitas proyek pembangunan KIHI di Bulungan Ganggu Nelayan lokal

TANJUNG SELOR – Proyek pembangunan Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) di Desa Mangkupadi yang awalnya dijanjikan akan membawa kesejahteraan dan keadilan sosial, kini justru menjadi sumber keresahan bagi masyarakat setempat. Walaupun diiklankan sebagai proyek ramah lingkungan, kenyataannya di lapangan sangat berbeda. Warga Mangkupadi, terutama para nelayan, menghadapi berbagai isu ketimpangan dan ketidakadilan yang berdampak negatif pada kehidupan mereka.

Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai bagian dari proyek KIHI telah memicu berbagai masalah. Banyak warga mengeluhkan penyerobotan lahan tanpa ganti rugi yang layak. Selain itu, peluang kerja yang dijanjikan tidak terealisasi, dan aktivitas kapal tongkang pengangkut material semakin mengganggu kehidupan nelayan setempat.

Kelompok nelayan di Mangkupadi, yang terdiri dari empat kelompok, merasakan dampak langsung dari proyek ini. Hasil tangkapan ikan menurun drastis, namun tidak ada solusi alternatif yang ditawarkan oleh pihak terkait, seperti peningkatan kapasitas ekonomi nelayan di luar hasil laut. Mereka juga tidak dilibatkan dalam proyek KIPI, yang semakin memperburuk situasi.

Baca Juga  “Sulton” Pendaftar Pertama Pilkada Kaltara 2024

Jamaludin, ketua kelompok nelayan TKBM di Mangkupadi, menyatakan bahwa kelompoknya tidak pernah dilibatkan dalam proses pembangunan KIHI. Hingga kini, mereka hanya merasakan dampak negatif tanpa adanya perubahan positif dalam kesejahteraan mereka. “Sejak pembangunan dimulai, wilayah tangkap ikan nelayan dibatasi oleh perusahaan. Padahal, beberapa area tersebut merupakan habitat ikan yang penting bagi mata pencaharian nelayan,” jelasnya. Pembatasan ini memaksa para nelayan kehilangan sumber penghasilan utama mereka, bertentangan dengan janji kesejahteraan yang diusung oleh proyek KIHI.

Nelayan Bagan, yang bekerja malam hari menggunakan jaring dan lampu sorot, kini menghadapi tantangan baru. Pembangunan KIHI yang berada di pinggir pantai dengan lampu sorot yang sangat terang mengganggu aktivitas mereka. Cahaya yang terlalu terang menyerupai kondisi bulan purnama, yang biasanya mengurangi hasil tangkapan ikan. Akibatnya, pendapatan nelayan Bagan menurun drastis.

Hingga kini, PT KIPI belum pernah melakukan sosialisasi terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) secara menyeluruh. Masyarakat tidak diberi penjelasan tentang nasib mereka di tengah proyek yang menghabiskan lahan seluas 30.000 hektar ini. Relokasi warga pun tidak pernah dibahas dalam forum pemerintahan.

Baca Juga  15 ribu Bibit Ikan Lele Dilepas Polda Kaltara

“Untuk apa dan siapa industri ini hadir jika masyarakat jadi korban?” tanya Jamaludin.

Atas dasar berbagai permasalahan ini, kelompok nelayan di Mangkupadi melakukan aksi unjuk rasa pada Rabu (29/5). Aksi yang dimulai pukul 08.00 diikuti oleh sekitar 50 orang yang berorasi dan membawa tulisan-tulisan sebagai bentuk kegelisahan terhadap keberadaan KIHI.

Jumar, salah satu nelayan, menambahkan bahwa masalah nelayan harus segera diselesaikan. Permasalahan utama yang dihadapi termasuk jalur kapal tongkang yang tidak jelas, lampu kapal yang mempengaruhi hasil tangkapan, dan limbah perusahaan yang dibuang di sekitar bagan.

“Bagan saya pernah ditabrak kapal tongkang hingga roboh, dan limbah kapal juga mempengaruhi hasil tangkapan kami. Kami tidur pun tidak nyenyak karena khawatir bagan kami ditabrak,” jelasnya.

Jumar mengaku telah melaporkan masalah ini ke dinas perikanan, namun hingga kini belum ada solusi. Para peserta aksi menegaskan, jika tidak ada penyelesaian, mereka akan menggelar aksi serupa dengan jumlah massa yang lebih besar.

Baca Juga  Cara Pemkab Bulungan Bantu Masyarakat dalam Penerbitan Sertifikat Tanah

Situasi ini menunjukkan bahwa pembangunan KIHI yang seharusnya membawa kesejahteraan, justru menimbulkan masalah baru bagi masyarakat Mangkupadi.

“Diperlukan perhatian serius dan langkah nyata dari pemerintah dan perusahaan terkait untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi nelayan, guna mencapai tujuan pembangunan yang sesungguhnya,” ujar Jumar.

Kapolsek Tanjung Palas Timur, Iptu H. Firman Arifai, yang hadir di lokasi aksi, sempat memediasi demonstran.

“Kami siap memfasilitasi penyelesaian persoalan ini,” ujar Firman.

TUNTUTAN

  1. Harus ada Jalur yang disepakati Bersama dengan Nelayan. Dimana jalur tersebut tidak mengganggu aktifitas nelayan.
  2. Tidak membuang limbah industri di laut yang dapat mencemari laut.
  3. Pembangunan PLTU wajib mensosialisasikan Dampak Lingkungannya kepada Masyarakat dan Nelayan.
  4. Melibatkan Masyarakat dan Nelayan pada Proses Bongkar Muat Material PSN.
  5. Apabila dalam waktu sepekan pihak perusahaan tidak merespon aksi ini maka kami akan melakukan aksi kembali.